Minggu,12Oktober

Jalan Sehat? Sheila On 7?


Jalan Sehat? Sheila On 7?

Kalau kata-kata kasar itu halal diucapain. Mungkin ada jutaan kata-kata kasar dari mulutku jika dikumpulkan sejak siang tadi. Kepenasan. Debu yang berputar-putar. Kelaparan. Yang paling parah adalah... *nangis bombay*
Tapi aku terlalu malu, sama agama, sama pendidikan, sama orangtua. Aku terlalu malu ngomong kasar, ngomong kotor, ngomong nggak beretika. Malu sama kamu. Bukan. Kamu harus malu untuk hari ini. Iya kamu. Kamu yang keliatan lelah, sangat lelah diantara debu yang berpuatar-putar, sini peluk dulu *digampar*

Berbulan-bulan yang lalu aku ngomong gini ketemen “mbokya pisan-pisan HIMA ngundang Sheila On 7” .
Si anak HIMA yang super aktif sampe jarang tidur dan ipk turun bilang “HIMA nggak kuat bayar tes”.
Aku bengong. Sedikit mangap. Ah, alesan pulang malem itu Cuma “pak ada acara dari jurusan” padahal nonton Sheila On 7. Waktu itu malam minggu. dan aku malam mingguan sama Sheila On 7. Kayak mimpi untuk gadis sepolos ini *njut diuncali watu*

Kemudian, hari itu datang. Tiket jalan sehat, ada Sheila On 7, dan dari HIMA. Benar-benar nyata HIMA yang ngadain. Wah! Rontok semua keyakinan bahwa HIMA nggak kuat bayar. Bukan main!
Beberapa hari, bisa dibilang beberapa minggu, aku kagum berat sama salah satu HIMA ini. Sama kamu juga. Kok bisa ya? pinter banget nyari sponsor. Oh. Bukan main. Ini panitianya luar biasa pasti.

Hampir sebulan, bahkan lebih, hari Minggu 12 Oktober 2014 kutunggu. Bukan Cuma aku. Teman-temanku juga. Iya, kita menunggu. Menunggu cukup lama. Kangen loncat-loncat dan nyanyi bareng Sheila On 7. Pengen banget bertatap muka sama muka genteng om Duta. Kalau ngebayangin hari H tu semacam “aku mau di ajak kencan bulan depan, sama cowok idaman, harus maksimal. Yapokoknya harus siap-siap dari sekarang” deg-degkannya ada, ada banget.
Yagimana. Anak rumahan yang apa-apa Bapak, apa-apa Bapak, susah juga kalau keluar malam.
Yagimana. Anak yang rumahnya jauh dari gemerlap lampu kota yang tengok kanan hutan tengok kiri hutan, susah juga kalau pulang malam.
Sheila On 7 di siang bolong berasa kayak mau dilamar paneran. Yakan?

Jam 07.00 berangkat dari rumah. Ngisi bensin.
BETAPA. Nggak pernah aku ngisi bensi seceria ini. Nggak pernah ngisi bensin sebahagia ini. agak lebay ya? tapi aku serius dan nggak main-main. Emangnya kamu? Main-main~
Hari ini mau banget ngelepasin galau. Hari ini harus melenyapkan segala gundah gulana di hati.  Pokoknya hari ini semua kesedian harus menguap kelangit, menjadi gumpalan awan, dan turun hujan di hari berikutnya. Betapa bahagianya, kesedian melebur menjadi air hujan. Ehehehe

Dan jarum jam terus berputar. Seperti debu yang berputar-putar tertiup angin. Debu-debu yang bergulung, meninggi, membentuk topan kecil. Hahaha aduh susah ngejelasin. Pokokmen bledukke jian, mantep!
Lapangan luas gersang. Kering. Rumput hijau semi kecoklatan mengering bekas terinjak ribuan pasang kaki. Suhu? 32 sampai 33 derejat. Kalau nggak salah sih segitu. Tanpa kanopi pohon yang rindang dan hijau segar. Boro-boro, bisa bernaung di bawah beberapa helai daun aja udah syukur-syukur.
Dari jam 8 lebih, di lapangan seluas itu. Dari yang agak panas. Lumayan panas. Panas. Sampai panas banget. Panitia sama sekali nggak ngasih tanda-tanda acara bakalan gagal.
Jam dua belas siang. Bayangin panasnya kayak apa gaes! Belum makan. Suruh panas-panasan.
“Mau di depan panggung aja, nggak mau ketinggalan Sheila On 7”
Tapi apa! Sampai jam satu sekalipun kita udah cukup sabar panas-panasan dengerin pembagian hadiah yang sama sekali nggak menarik buat disimak. Jujur saja ini sangat bertele-tele, apa-apaan banget sih. pembagian hadiah kok sampai berjam-jam. Nggak kasin apa sama makhluk-makhluk penuh harap di depan panggung yang nyaris pingsan.
Aku sabar.
Agak geregetan.
Tapi demi apapun, ini nggak manusiawi. Nggak pake perasaan.
Muka belang nggak karuan. Minuman di botol semakin habis, dan akhirnya habis. Panitia mana? Sama sekali nggak ngasih tanda-tanda.
Tapi aku menunggu. Tapi kita menunggu. Berjam-jam dan kepanasan.
“Ayolah jajan dulu”
“Ntaran aja sih. jangan-jangan Sheila On 7 udah mau tampil”
Atau
“Aku kebelet pipis ih”
“Yaudah sana itu lho”
 “Ntaran aja sih. jangan-jangan Sheila On 7 udah mau tampil”

Sakit buanget! Kalau inget semua kesia-siaan hari ini. pengen banget deh rasanya nelanjangin panitia *serius iki arep modus* bercanda ding hihihihiiiihhhh nggak doyan! *eh
Demi apa kita nuggu. Demi apa kita panas-panasan dari pagi dan nggak makan. Demi apa kita menghirup debu-debu yang berputar-putar. Demi apa mas mbak panitia?
Kenapa nggak buru-buru konfirmasi?
Takut? Kenapa nggak ngomong dari tadi?
Om Duta sempet ngetwit, intinya minta maaf. Dengan bahasa yang susah banget dipahami. Kita berusaha berpikir positif dari twit aneh itu, nggak mau banget acara siang bolong sebolong bolongnya ini hancur berantakan. Naudzubillah~
Kita berempat –Aku, Inung, Titi dan Riana- mutusin duduk-duduk keluar lapangan. Ketemu mas-mas yang tadi nyanyi-nyanyi di panggung. Ketemu juga udah dua kali. sempet mikir –mungkin mas-mas kece ini semacam malaikat yang membisikkan kebenaran, tapi hati kita terlalu beku sama harapan-
Pertama “Udah mbak pulang aja. Sheila On 7 nggak manggung”
Kedua “Mbak pulang aja. Sheila On 7 nggak akan manggung. Kita ini anak band mbak. Sheila On 7 nggak mungkin telat lebih dari 30 menit”

Pengen nangis! Percaya nggak percaya. Tapi ini udah sekian jam :’( kayak... punya firasat mau diputusin pacar *lah? Emang pernah punya pacar? -____-

Beberapa orang berlarian. Lari yang kemudian disusul oleh seluruh makhluk di setiap sudut lapangan ini mirip-mirip kayak lari karena dikejar setan. Atau dikejar anjing. Barangkali tak jauh beda kayak larinya “Awas ada Tsunami” atau “Maling! Maling! Maling!”

Dan kita berempat lari. Sekuat tenaga, sisa-sisa tenaga yang seharian diserap panas matahari yang keterlaluan.
Panggung semakin asam dipandang mata. Wajah panita yang benar-benar ikutan asam. Muka ditekuk. Air mata tertahan di sudut mata. Entahlah. Wajah yang jeleknya minta ampun. Minta dijitak.
“mbak mas panitia! kita jomblo iya jomblo tapi punya perasaan. Kenapa nggak dari tadi siang. Kenapa sesore ini?”
Pengumuman yang intinya Sheila On 7 nggak bisa tampil kayak petir di siang bolong yang bolong sebolong bolongnya ini. salah! Ini sudah sore.
Aku sedih. Sesedih melihat kamu sama Dia. Hatiku mendadak segersang lapangan yang demi apapun tak menarik lagi dipandang mata.
Air mata? Nyaris bebarengan menetes di antara berduyun-duyun umat yang berjalan gontai diantara debu-debu yang berputar-putar.
Sesak sekali.
Seperti ada yang masih harus keuselesaikan di tanah gersang yang tak sesepesial pagi tadi.
Banyak. Sangat banyak raut muka kesedian. Kekecewaan. Di antara kami yang benar-benar seperti dipermainkan. Masihkan dilarang untuk menyalahkan panitia??
Kita berempat. Tak sedikitpun beranjak dari tanah gersang yang semakin panas. Terpaku di antara debu-debu yang berputar-putar. Menghirup ribuan sesak kekecewaan.
Lalu lalang pasang sepatu menendang-nendang kesal si tanah gersang berdebu yang berputar-putar. Sahut menyahut kata-kata kotor menyusup telinga.
Ingin pulang.
Sungguh, ingin pulang. Tapi lagi-lagi aku tak rela pulang. Sesore ini! aku tak ingin sedikitpun melangkah keluar. Biar kuselesaikan kesedihan ini. Biar kukembalikan harapan-harapan sejak sebulan lalu kepada awan. Biar saja menjadi hujan.
Aku tak peduli dengan wajah-wajah lelah panitia yang berlalu lalang. Bagiku sama saja seperti botol bekas di samping sepatuku. Bagiku sama saja seperti kaos-kaos yang berserakan, sengaja diinjak, ditendang, dan dibakar.

Apa kabar mas mbak dek panitia? :’) tidurlah nyenyak malam ini. makan yang banyak. Sekolah yang bener. Barangkali ada doa-doa dari kekecewaan kami yang kesapaian? Tapi apa gunannya nyacacat kalian. Kalian akan bilang “Kami juga manusia” atau yang lebih sakit “Emang situ bisa bikin acara kayak gini” kita tahu situ capek. Tapi situ punya kewajiban. Dan kita-kita punya hak. Salah gitu ya nuntut hak kita?
Aku capek. Capek sekali mengkritik orang. Sedangkan kita berbeda bidang keahlian. Kalau kamu ngerti maksudku? :’(

Aku ngerti gimana perjuangan kalian. Kadang-kadang di waktu sengang, jariku nakal memencet profilmu. Iya kamu. Satlking. Siapa tahu aku bisa merasakan lelah hari-harimu. Siapa tahu.... dan aku sakit lagi. Barangkali kamu bersama kekasih barumu. Menikmati malam-malam sibuk bersama. Menikmati siang-siang sibuk bersama.
Oh, dasar panitia. Kalian sangat kelelahan jauh sebelum hari ini. Aku tahu. Dan kini banyak sekali yang melepas kepercayaan kepada kalian. Sesederhana ini? ah ini rumit begok~
Aku punya alasan untuk menyalahkan panitia. Memangnya siapa lagi? :’(

Senja ini, aku memutuskan untuk beranjak dari lapangan yang mulai kosong. Rasa-rasanya, kamu tak menarik lagi :’( entahlah. Tapi jangan lupa makan ya :’( kalian luar biasa *pukpukin satu satu*. Sabar juga ya OM Duta, lain kali kita bertemu lagi :’( jodoh nggak akan kemana (?)

Sudah ah! Masih pengen nangis kalau inget-inget... 
maaf ya, kalau-kalau tulisanku sedikit kasar dan menyudutkan, sangat berantakan. Masih terbawa emosi :'(

3 komentar:

  1. ..hhuahahagahagAaaaaaaa sesok maneh urunan mbak biar jelas dan bisa afdol kalo mencaci panitia

    BalasHapus
  2. aku wes mbayar tiket padake :'(

    BalasHapus
  3. .. hmm kudune gembira loka metu kabeh noo

    BalasHapus

copyright © 2025. all rights reserved. designed by Color and Code

grid layout coding by helpblogger.com