Jalan Sehat? Sheila On 7?
Kalau kata-kata kasar itu halal diucapain. Mungkin ada jutaan
kata-kata kasar dari mulutku jika dikumpulkan sejak siang tadi. Kepenasan. Debu
yang berputar-putar. Kelaparan. Yang paling parah adalah... *nangis bombay*
Tapi aku terlalu malu, sama agama, sama pendidikan, sama orangtua.
Aku terlalu malu ngomong kasar, ngomong kotor, ngomong nggak beretika. Malu
sama kamu. Bukan. Kamu harus malu untuk hari ini. Iya kamu. Kamu yang keliatan
lelah, sangat lelah diantara debu yang berpuatar-putar, sini peluk dulu
*digampar*
Berbulan-bulan yang lalu aku ngomong gini ketemen “mbokya pisan-pisan HIMA ngundang Sheila On 7” .
Si anak HIMA yang super aktif sampe jarang tidur dan ipk turun
bilang “HIMA nggak kuat bayar tes”.
Aku bengong. Sedikit mangap. Ah, alesan pulang malem itu Cuma “pak ada acara dari jurusan” padahal nonton Sheila On
7. Waktu itu malam minggu. dan aku malam mingguan sama Sheila On 7. Kayak mimpi
untuk gadis sepolos ini *njut diuncali watu*
Kemudian, hari itu datang. Tiket jalan sehat, ada Sheila On 7, dan
dari HIMA. Benar-benar nyata HIMA yang ngadain. Wah! Rontok semua keyakinan
bahwa HIMA nggak kuat bayar. Bukan main!
Beberapa hari, bisa dibilang beberapa minggu, aku kagum berat sama
salah satu HIMA ini. Sama kamu juga. Kok bisa ya? pinter banget nyari sponsor.
Oh. Bukan main. Ini panitianya luar biasa pasti.
Hampir sebulan, bahkan lebih, hari Minggu 12 Oktober 2014 kutunggu.
Bukan Cuma aku. Teman-temanku juga. Iya, kita menunggu. Menunggu cukup lama.
Kangen loncat-loncat dan nyanyi bareng Sheila On 7. Pengen banget bertatap muka
sama muka genteng om Duta. Kalau ngebayangin hari H tu semacam “aku mau di ajak kencan bulan depan, sama cowok idaman, harus
maksimal. Yapokoknya harus siap-siap dari sekarang” deg-degkannya ada,
ada banget.
Yagimana. Anak rumahan yang apa-apa Bapak, apa-apa Bapak, susah
juga kalau keluar malam.
Yagimana. Anak yang rumahnya jauh dari gemerlap lampu kota yang
tengok kanan hutan tengok kiri hutan, susah juga kalau pulang malam.
Sheila On 7 di siang bolong berasa kayak mau dilamar paneran.
Yakan?
Jam 07.00 berangkat dari rumah. Ngisi bensin.
BETAPA. Nggak pernah aku ngisi bensi seceria ini. Nggak pernah
ngisi bensin sebahagia ini. agak lebay ya? tapi aku serius dan nggak main-main.
Emangnya kamu? Main-main~
Hari ini mau banget ngelepasin galau. Hari ini harus melenyapkan
segala gundah gulana di hati. Pokoknya
hari ini semua kesedian harus menguap kelangit, menjadi gumpalan awan, dan
turun hujan di hari berikutnya. Betapa bahagianya, kesedian melebur menjadi air
hujan. Ehehehe
Dan jarum jam terus berputar. Seperti debu yang berputar-putar
tertiup angin. Debu-debu yang bergulung, meninggi, membentuk topan kecil.
Hahaha aduh susah ngejelasin. Pokokmen bledukke jian, mantep!
Lapangan luas gersang. Kering. Rumput hijau semi kecoklatan
mengering bekas terinjak ribuan pasang kaki. Suhu? 32 sampai 33 derejat. Kalau
nggak salah sih segitu. Tanpa kanopi pohon yang rindang dan hijau segar.
Boro-boro, bisa bernaung di bawah beberapa helai daun aja udah syukur-syukur.
Dari jam 8 lebih, di lapangan seluas itu. Dari yang agak panas.
Lumayan panas. Panas. Sampai panas banget. Panitia sama sekali nggak ngasih
tanda-tanda acara bakalan gagal.
Jam dua belas siang. Bayangin panasnya kayak apa gaes! Belum makan.
Suruh panas-panasan.
“Mau di depan panggung aja, nggak mau ketinggalan Sheila
On 7”
Tapi apa! Sampai jam satu sekalipun kita udah cukup sabar
panas-panasan dengerin pembagian hadiah yang sama sekali nggak menarik buat
disimak. Jujur saja ini sangat bertele-tele, apa-apaan banget sih. pembagian
hadiah kok sampai berjam-jam. Nggak kasin apa sama makhluk-makhluk penuh harap
di depan panggung yang nyaris pingsan.
Aku sabar.
Agak geregetan.
Tapi demi apapun, ini nggak manusiawi. Nggak pake perasaan.
Muka belang nggak karuan. Minuman di botol semakin habis, dan
akhirnya habis. Panitia mana? Sama sekali nggak ngasih tanda-tanda.
Tapi aku menunggu. Tapi kita menunggu. Berjam-jam dan kepanasan.
“Ayolah jajan dulu”
“Ntaran aja sih. jangan-jangan Sheila On 7 udah mau
tampil”
Atau
“Aku kebelet pipis ih”
“Yaudah sana itu lho”
“Ntaran aja sih.
jangan-jangan Sheila On 7 udah mau tampil”
Sakit buanget! Kalau inget semua kesia-siaan hari ini. pengen
banget deh rasanya nelanjangin panitia *serius iki arep modus* bercanda ding
hihihihiiiihhhh nggak doyan! *eh
Demi apa kita nuggu. Demi apa kita panas-panasan dari pagi dan
nggak makan. Demi apa kita menghirup debu-debu yang berputar-putar. Demi apa
mas mbak panitia?
Kenapa nggak buru-buru konfirmasi?
Takut? Kenapa nggak ngomong dari tadi?
Om Duta sempet ngetwit, intinya minta maaf. Dengan bahasa yang
susah banget dipahami. Kita berusaha berpikir positif dari twit aneh itu, nggak
mau banget acara siang bolong sebolong bolongnya ini hancur berantakan.
Naudzubillah~
Kita berempat –Aku, Inung, Titi dan Riana- mutusin duduk-duduk
keluar lapangan. Ketemu mas-mas yang tadi nyanyi-nyanyi di panggung. Ketemu
juga udah dua kali. sempet mikir –mungkin mas-mas kece ini semacam malaikat
yang membisikkan kebenaran, tapi hati kita terlalu beku sama harapan-
Pertama “Udah mbak pulang aja. Sheila On 7
nggak manggung”
Kedua “Mbak pulang aja. Sheila On 7 nggak
akan manggung. Kita ini anak band mbak. Sheila On 7 nggak mungkin telat lebih
dari 30 menit”
Pengen nangis! Percaya nggak percaya. Tapi ini udah sekian jam :’(
kayak... punya firasat mau diputusin pacar *lah? Emang pernah punya pacar?
-____-
Beberapa orang berlarian. Lari yang kemudian disusul oleh seluruh
makhluk di setiap sudut lapangan ini mirip-mirip kayak lari karena dikejar
setan. Atau dikejar anjing. Barangkali tak jauh beda kayak larinya “Awas ada Tsunami” atau “Maling!
Maling! Maling!”
Dan kita berempat lari. Sekuat tenaga, sisa-sisa tenaga yang
seharian diserap panas matahari yang keterlaluan.
Panggung semakin asam dipandang mata. Wajah panita yang benar-benar
ikutan asam. Muka ditekuk. Air mata tertahan di sudut mata. Entahlah. Wajah
yang jeleknya minta ampun. Minta dijitak.
“mbak mas panitia! kita jomblo iya jomblo tapi punya
perasaan. Kenapa nggak dari tadi siang. Kenapa sesore ini?”
Pengumuman yang intinya Sheila On 7 nggak bisa tampil kayak petir
di siang bolong yang bolong sebolong bolongnya ini. salah! Ini sudah sore.
Aku sedih. Sesedih melihat kamu sama Dia. Hatiku mendadak segersang
lapangan yang demi apapun tak menarik lagi dipandang mata.
Air mata? Nyaris bebarengan menetes di antara berduyun-duyun umat
yang berjalan gontai diantara debu-debu yang berputar-putar.
Sesak sekali.
Seperti ada yang masih harus keuselesaikan di tanah gersang yang
tak sesepesial pagi tadi.
Banyak. Sangat banyak raut muka kesedian. Kekecewaan. Di antara
kami yang benar-benar seperti dipermainkan. Masihkan dilarang untuk menyalahkan
panitia??
Kita berempat. Tak sedikitpun beranjak dari tanah gersang yang
semakin panas. Terpaku di antara debu-debu yang berputar-putar. Menghirup
ribuan sesak kekecewaan.
Lalu lalang pasang sepatu menendang-nendang kesal si tanah gersang
berdebu yang berputar-putar. Sahut menyahut kata-kata kotor menyusup telinga.
Ingin pulang.
Sungguh, ingin pulang. Tapi lagi-lagi aku tak rela pulang. Sesore
ini! aku tak ingin sedikitpun melangkah keluar. Biar kuselesaikan kesedihan
ini. Biar kukembalikan harapan-harapan sejak sebulan lalu kepada awan. Biar
saja menjadi hujan.
Aku tak peduli dengan wajah-wajah lelah panitia yang berlalu
lalang. Bagiku sama saja seperti botol bekas di samping sepatuku. Bagiku sama
saja seperti kaos-kaos yang berserakan, sengaja diinjak, ditendang, dan dibakar.
Apa kabar mas mbak dek panitia? :’) tidurlah nyenyak malam ini.
makan yang banyak. Sekolah yang bener. Barangkali ada doa-doa dari kekecewaan
kami yang kesapaian? Tapi apa gunannya nyacacat kalian. Kalian akan bilang “Kami juga manusia” atau yang lebih sakit “Emang situ bisa bikin acara kayak gini” kita tahu
situ capek. Tapi situ punya kewajiban. Dan kita-kita punya hak. Salah gitu ya
nuntut hak kita?
Aku capek. Capek sekali mengkritik orang. Sedangkan kita berbeda
bidang keahlian. Kalau kamu ngerti maksudku? :’(
Aku ngerti gimana perjuangan kalian. Kadang-kadang di waktu sengang,
jariku nakal memencet profilmu. Iya kamu. Satlking. Siapa tahu aku bisa
merasakan lelah hari-harimu. Siapa tahu.... dan aku sakit lagi. Barangkali kamu
bersama kekasih barumu. Menikmati malam-malam sibuk bersama. Menikmati
siang-siang sibuk bersama.
Oh, dasar panitia. Kalian sangat kelelahan jauh sebelum hari ini.
Aku tahu. Dan kini banyak sekali yang melepas kepercayaan kepada kalian.
Sesederhana ini? ah ini rumit begok~
Aku punya alasan untuk menyalahkan panitia. Memangnya siapa lagi?
:’(
Senja ini, aku memutuskan untuk beranjak dari lapangan yang mulai
kosong. Rasa-rasanya, kamu tak menarik lagi :’( entahlah. Tapi jangan lupa
makan ya :’( kalian luar biasa *pukpukin satu satu*. Sabar juga ya OM Duta,
lain kali kita bertemu lagi :’( jodoh nggak akan kemana (?)
Sudah ah! Masih pengen nangis kalau inget-inget...
maaf ya, kalau-kalau tulisanku sedikit kasar dan menyudutkan, sangat berantakan. Masih terbawa emosi :'(
maaf ya, kalau-kalau tulisanku sedikit kasar dan menyudutkan, sangat berantakan. Masih terbawa emosi :'(
..hhuahahagahagAaaaaaaa sesok maneh urunan mbak biar jelas dan bisa afdol kalo mencaci panitia
BalasHapusaku wes mbayar tiket padake :'(
BalasHapus.. hmm kudune gembira loka metu kabeh noo
BalasHapus