Ngobaran Ngrenehan




Selamat pagi Sabtu, selamat pagi harapan-harapan lama yang tak kunjung selesaii diperbaharui ^^
Selamat pagi hari dimana aku sudah lama tidak merasakan semacam hari ini. LIBUR~ *peluk bantal*

Pantai Ngobaran?
            Minggu pagi, tanggal 19 Oktober 2014, aku dan ‘keluarga besar’ku –simbah-simbahku, adiknya bapak, saudaranya adiknya bapak, anaknya adiknya bapak, anaknya saudaranya adiknya bapak, menantunya simbah, anaknya menantunya simbah, tetangga depan rumah, tetangga RT sebelah...sudahlah! aku lelah menyebutkan satu persatu silsilah keluarga yang tak pernah tahu dimana ujungnya. Yapokoknya sebis, semobil, dan 3 motor bareng-bareng mendaki gunung lewati lembahhh~ banyak ya? semacam mau demo. Semacam mau bedol desa. Semacam...mau move on bareng-bareng *apalah ini?*
           
Sekitar 2 jam, atau 1,5 jam perjalanan menuju pantai Ngobaran.
“Ngobaran? Apaan tuh?” – NORAK LU! :v
Gini nih, aku jelasin *sok paham*
            Ngobaran adalah nama salah satu dari sekian pantai eksotis yang terletak di Gunung Kidul. Jalan beraspal yang menanjak dan berkelok-kelok menuju lokasi, sehingga tak jarang kita jumpai penduduk setempat berjaga-jaga di pinggir jalan. Semacam memberi rambu-rambu, meminimalisir terjadinya tabrakan. Barangkali sih gitu :D aspal hitam, lumayan bagus lah. Namun, masih sedikit kita jumpai lubang di jalan. Sejauh pengalaman saya ke sana, akses jalan menuju lokasi cukup mudah dijangkau. Daripada Pantai Pok Tunggal ya lumayan ini jalannya? Hemmmm~ padahal Pok Tunggal bagus banget, akkhhh pengen ke sana lagi. Ayok kamu, kita ketemu. Di mimpi indahku misalnya. Terus dalam semunya bunga tidur kita jalan-jalan bareng deh *ini apa lagi?*
Balik ke topik utama \^0^/
           
Apa sih yang kita dapatkan di pantai Ngobaran?
Yang pertama adalah kenangan. Lalala~
Yang kedua adalah selain kenangan. -_-
JADI APA ?! :3
Ngobaran adalah pantai yang cukup unik. Pertama kita akan melihat tebing-tebing tinggi yang menawan. Melihat pura(?) sama ptung-patung. Pasir putih yang agak kasar, kayak beras haha pas nginjek tiba-tiba langsung laper dan keinget ricecooker -____- ombak di pantai yang satu ini cukup gede ya, ati-ati aja. Ya kamu? Ati-ati! *kumat* pantainya cukup luas, sangat luas. Asik banget buat foto-foto. Tapi panas... ya nggak papa, dari pada panas-panasan nggak dapet apa-apa? Ya kan?

Yang selanjutnya adalah... Ngrenehan. Pantai ini jaraknya nggak jauh dari pantai Ngobaran. Kalau naik motor kira-kira sekian kedipan mata, udah sampai! Barangkali seratus kedipan. Atau seribu kedipanmungkin. Entah. Ya kira-kira 2kilometer. Gitu...
Dahulu kala. Ketika pantai Gunug Kidul tak setenar saat ini, aku-bapak-adekku-tetangga-tetanggaku-dan sudahi saja menjelaskan berapa umat yang ikut kala itu- pernah ke sini, Ngrenehan. Kala itu, rumpur laut atau alga yang berwarna coklat masih memenuhui hampir  seluruh bibir pantai. Terkesan kotor. Ya meskipun sekarang masih ada sekian dan sekian rumput laut coklat, tapi tidak sebanyak kala itu *berasa tua banget*
Pantai Ngrenehan ini semacam ‘Depoknya Parangtritis’. Kayak tempat persinggahan buat makan. Ikan bakar, ikan goreng, ikan telanjang, ikan kemasan, ikan yang mirip kamu, ikan yang mirip gebetan baru kamu –boleh dibakar? Boleh-
Ombak di pantai ini cukup tenang. Pantainya kayak kolam gituh deh O.O di apit dua tebing yang menawan. Ya kayak kolam luas di tengah tebing. Banyak kapal-kapal. Kalau beranii boleh juga lho naik kapal, mengarungi lautan, lautan kenangan misalnya *kumat lagi* pasirnya putih dan lebih lembut dari pada pasir Ngobaran. Cocok buat bedakan. Coba aja -_-

“Kalau kamu masih aja kesepian di tempat ramai. Berarti ada yang salah sama hidupmu.”
Gaya ya quote-nya, sok tua banget -___- itu artinya, barangkali kamu kebelet eek pas di keramaian, makanya keliatan kesepian. Iya gitu.


Eh kamu Ngapain aja di sana? Itu kemarinnya :3 Seneng-seneng ya? Wah! Ciye, pdkt sama gebetan baru juga ya? duh.
Kok tiba-tiba saja hatiku seremuk dan sekasar pasir putih pantai Ngobaran ya?


0

CANDI ABANG





Selamat pagi mblo, semangat ya menjalani hidup yang berat ini :)
Jangan terlalu dipikirkan omongan orang. Toh ini hidup kita sendiri. mana tahu mereka bagaimana jalan dan proses hidup kita sampai di posisi sekarang ini. lagian yang tahu apakah kita benar-benar bahagia atau berpura-pura bahagia Cuma kita sendiri.

Candi abang? Serius banget ya judulnya. Postingan kali ini Bukan review candi, bukan. Bukan juga penjelasan relief, nggak mungkin juga sih. lagian kemarin mata kuliah sastra lama, analisis relief udah cukup kenyang. Sangat kenyang. Cuma mau curhat aja sih. Tentang hobi mainku yang terbatas waktu dan norma. Tentang sahabat-sahabatku. Tentang menikmati hidup. Tentang mencintai diri sendiri :) tentang seneng-seneng yang aman dan sesuai norma/aturan-aturan hidup, murah meriah pastinya hahahaha

Hari Jum’at tanggal 17 Oktober 2014.
Setelah kuliah dua SKS usai, ya kira-kira jam 8.30an. siap-siap ke .... enggg Prambanan? Bukan candinya, sungguh bukan. Ke daerah situ deh pokoknya. Sebenernya kuliah hari Jum’at itu bener-bener boros waktu ya? lagian Cuma 2 sks. Kayak anak TK. Bukan sih, ini lebih singkat. Kayak anak Paud pergi sekolah. Aduh, bukan juga, ini kayak pergi TPA. TPA-nya di luar  kota. Capai sekali. Ya nggak papa, ya nggak papa. Jomblo sih santai santai aja :D

Singkatnya, Aku sama Pepy ketemu Inung di deket FMIPA yang letaknya di Selatan Timur FBS, daerah utara bagian timur dari GOR. Ya pokoknya di jalan berkonblok yang lumayan sepi dengan pohon-pohon yang lumayan teduh. Di situ. Ia di situ, Inung termangu sendirian, katanya nunggu Pitri ketemu Bapaknya, aelah~

Setelah melewati proses panjang, termasuk mampir moses yang kebanyakan kios(?) konter(?) masih tutup. Tiba-tiba aku sama pepy udah teronggok dipinggir jalan. Mana ya? wetan PUDJA, ngarep UIN. Nah kono kui >< berkedip-kedip, tengok kaca spion dan kemudian mencium bau-bau Inung sama Pitri lewat. Maka dimulailah hari baik ini dengan bersuka cita. Menebar kebahagiaan bersama-sama *tabokin satu-satu* agak berlebihan ya -___-

Jalan yang panjang. Melewati hutan. Melewati sawah. Melewati bukit. Melewati masa lalu. Melewati kamu, iya kamu *mulai kacau*. Jalan sempit. Jalan luas. Jalan agak luas. Jalan nanjak. Jalan mulus jalan ancur. Pokoknya semua na-no-na-no di jalanan sudah tercicipi semua deh *berlebihan kan*. Beberapa jam kemudian, setelah di jemput Lita, setelah nunggu setengah jam di pinggir jalan. Kita sampai juga di rumah Lita. Di rumah boncel yang masnya katanya seganteng malaikat tak bersayap dan berwajah teduh wkwkwkwk *lagi-lagi berlebihan* sudahlah~ masih gantengan kamu kok, santai :v tapi karna kamu udah menjauh dan menghilang, gantengnya juga menjauh dana menghilang. Sayang banget kan? sini balik lagi *kode gagal* *tambah kacau*

Ngerjain tugas morfologi.
Pamitnya sih gitu. Alesannya sih gitu. Nerjain tugas. Iya selalu ngerjain tugas kelompok yang menjadi kambing hitam. Kalau dipikir-pikir tiap kali ngerjain tugas, kita para boncels berkelakuan kek gini : 10% ngerjain tugas. 30% selfie, 30%ngobrol, dan 30% makan dan tiduran. Penak banget yo uripe -___- ora kepikiran galau. Ora sempet...
Maka pertahankanlah yang membuatmu bahagia dan tinggalkanlah yang membutmu bersedih.

Solat Ashar sudah. Makan sudah. Tiduran sudah. Foto bareng sudah. Tinggal main aja sih. beli bensin dulu, langsung cuss..

Candi Ijo atau Candi Abang?
Karena Candi Ijonya sudah kelewatan dan senja juga sudah di depan mata. Maka alangkah baiknya memilih lokasi yang memang nggakjauh dan searah jalan pulang. Candi Abang.

Lokasi candi di atas bukit. Di atas bukit ada bukit lagi. Dan ada yang mirip bukit, nah itu Candinya.
Parkir dua ribu puiah saja. Dan kita masih harus jalan kaki ke atas. Lumayan lah, olahraga. Selain murah, tempat ini juga lumayan bagus buat foto-foto.

Kalau ada yang berkeinginan membaca dan menganalisis relief candi, saya sarankan jangan ke Candi Abang. Saran saya ini serius dan nggak main-main ya!
Gini nih penampakan candinya.

Tuh kan! nggak ada relief. Bukit segedhe itu ternyata isinya batu bata merah lhoh gaes. Entah belum di gali. Apa emang nggak bisa di gali. Aku nggak begitu paham sama yang beginian. Pokoknya datang, foto-foto, teriak-teriak, dan berakhir dengan senyuman sepanjang jalan pulang. Kelayapan yang murah dan melegakan.

Sudah tak terhitung berapa kali kulewatkan senja yang tenang tanpamu.

Sebelum langit menggelap. Kita sempetin mampir ke “kali samudra”... aduh susah ya, asal nyemplung aja sih. nggak tau namanya apaan.
Airnya agak hijau, bagus. Batuan putih, entah karang, entah padas, entah, bagus banget. Pohon-pohon di kanan kiri sungai. Senja. Lagi-lagi aku mendapatkan bukti, bahwa tempat indah akan semakin indah bersama senja. Sama kayak kamu. Akan indah kalau sama akuh *ini maksa* sabar mblo, iseh semangat?
Begini penampakan luar bisanya sungai samudra... 


kok samudra? Ini akal-akalan kita-kita aja sih. habis bagaimana lagi? Mirip karang yang tertanam di sepanjang kali. oh ya, ada jembata gede buat jalan raya. Ada juga jembatan kecil yang udah tua ya kayaknya. Sudah nggak dipakai jalan raya lagi. Jembatan yang kecoklatan dan agak berkarat, ditumbuhi rumput kering. Indah men!
Pulang dengan perasaan bahagia.

Main sih boleh aja, asal jangan lupa sholatnya. Main sih boleh aja asal tahu aturan lah. Pulangnya juga kira-kira jam berapa, sewajarnya anak cewek aja sih.

Lebih baik kesepian saat kita sendirian. Dari pada kesepian saat di keramaian.
Aduh, itu kata-kata siapa sih ya? ><

Jangan sedih ya mblo. Jangan sedih ya boncabe-boncabe yang kece badaiku.
Cobalah cintai dirimu sendiri dulu. Nikmati setiap detail hidupmu. Nikmati kesibukanmu. Nikmati persahabatanmu. Nikmati beribadahanmu. Perhatikan keluargamu. Perhatikan teman-teman lamamu. Perdalam hobimu. Tingkatkan kualitas hidupmu.

Oke. Nampaknya sinar matahari mulai menyusup di sela-sela gumpalan awan *padahal masih subuh* *padahal nggak ada awan* sudahlah. SEKIAN DAN TERIMAKASIH.




1

Jalan Sehat? Sheila On 7?


Jalan Sehat? Sheila On 7?

Kalau kata-kata kasar itu halal diucapain. Mungkin ada jutaan kata-kata kasar dari mulutku jika dikumpulkan sejak siang tadi. Kepenasan. Debu yang berputar-putar. Kelaparan. Yang paling parah adalah... *nangis bombay*
Tapi aku terlalu malu, sama agama, sama pendidikan, sama orangtua. Aku terlalu malu ngomong kasar, ngomong kotor, ngomong nggak beretika. Malu sama kamu. Bukan. Kamu harus malu untuk hari ini. Iya kamu. Kamu yang keliatan lelah, sangat lelah diantara debu yang berpuatar-putar, sini peluk dulu *digampar*

Berbulan-bulan yang lalu aku ngomong gini ketemen “mbokya pisan-pisan HIMA ngundang Sheila On 7” .
Si anak HIMA yang super aktif sampe jarang tidur dan ipk turun bilang “HIMA nggak kuat bayar tes”.
Aku bengong. Sedikit mangap. Ah, alesan pulang malem itu Cuma “pak ada acara dari jurusan” padahal nonton Sheila On 7. Waktu itu malam minggu. dan aku malam mingguan sama Sheila On 7. Kayak mimpi untuk gadis sepolos ini *njut diuncali watu*

Kemudian, hari itu datang. Tiket jalan sehat, ada Sheila On 7, dan dari HIMA. Benar-benar nyata HIMA yang ngadain. Wah! Rontok semua keyakinan bahwa HIMA nggak kuat bayar. Bukan main!
Beberapa hari, bisa dibilang beberapa minggu, aku kagum berat sama salah satu HIMA ini. Sama kamu juga. Kok bisa ya? pinter banget nyari sponsor. Oh. Bukan main. Ini panitianya luar biasa pasti.

Hampir sebulan, bahkan lebih, hari Minggu 12 Oktober 2014 kutunggu. Bukan Cuma aku. Teman-temanku juga. Iya, kita menunggu. Menunggu cukup lama. Kangen loncat-loncat dan nyanyi bareng Sheila On 7. Pengen banget bertatap muka sama muka genteng om Duta. Kalau ngebayangin hari H tu semacam “aku mau di ajak kencan bulan depan, sama cowok idaman, harus maksimal. Yapokoknya harus siap-siap dari sekarang” deg-degkannya ada, ada banget.
Yagimana. Anak rumahan yang apa-apa Bapak, apa-apa Bapak, susah juga kalau keluar malam.
Yagimana. Anak yang rumahnya jauh dari gemerlap lampu kota yang tengok kanan hutan tengok kiri hutan, susah juga kalau pulang malam.
Sheila On 7 di siang bolong berasa kayak mau dilamar paneran. Yakan?

Jam 07.00 berangkat dari rumah. Ngisi bensin.
BETAPA. Nggak pernah aku ngisi bensi seceria ini. Nggak pernah ngisi bensin sebahagia ini. agak lebay ya? tapi aku serius dan nggak main-main. Emangnya kamu? Main-main~
Hari ini mau banget ngelepasin galau. Hari ini harus melenyapkan segala gundah gulana di hati.  Pokoknya hari ini semua kesedian harus menguap kelangit, menjadi gumpalan awan, dan turun hujan di hari berikutnya. Betapa bahagianya, kesedian melebur menjadi air hujan. Ehehehe

Dan jarum jam terus berputar. Seperti debu yang berputar-putar tertiup angin. Debu-debu yang bergulung, meninggi, membentuk topan kecil. Hahaha aduh susah ngejelasin. Pokokmen bledukke jian, mantep!
Lapangan luas gersang. Kering. Rumput hijau semi kecoklatan mengering bekas terinjak ribuan pasang kaki. Suhu? 32 sampai 33 derejat. Kalau nggak salah sih segitu. Tanpa kanopi pohon yang rindang dan hijau segar. Boro-boro, bisa bernaung di bawah beberapa helai daun aja udah syukur-syukur.
Dari jam 8 lebih, di lapangan seluas itu. Dari yang agak panas. Lumayan panas. Panas. Sampai panas banget. Panitia sama sekali nggak ngasih tanda-tanda acara bakalan gagal.
Jam dua belas siang. Bayangin panasnya kayak apa gaes! Belum makan. Suruh panas-panasan.
“Mau di depan panggung aja, nggak mau ketinggalan Sheila On 7”
Tapi apa! Sampai jam satu sekalipun kita udah cukup sabar panas-panasan dengerin pembagian hadiah yang sama sekali nggak menarik buat disimak. Jujur saja ini sangat bertele-tele, apa-apaan banget sih. pembagian hadiah kok sampai berjam-jam. Nggak kasin apa sama makhluk-makhluk penuh harap di depan panggung yang nyaris pingsan.
Aku sabar.
Agak geregetan.
Tapi demi apapun, ini nggak manusiawi. Nggak pake perasaan.
Muka belang nggak karuan. Minuman di botol semakin habis, dan akhirnya habis. Panitia mana? Sama sekali nggak ngasih tanda-tanda.
Tapi aku menunggu. Tapi kita menunggu. Berjam-jam dan kepanasan.
“Ayolah jajan dulu”
“Ntaran aja sih. jangan-jangan Sheila On 7 udah mau tampil”
Atau
“Aku kebelet pipis ih”
“Yaudah sana itu lho”
 “Ntaran aja sih. jangan-jangan Sheila On 7 udah mau tampil”

Sakit buanget! Kalau inget semua kesia-siaan hari ini. pengen banget deh rasanya nelanjangin panitia *serius iki arep modus* bercanda ding hihihihiiiihhhh nggak doyan! *eh
Demi apa kita nuggu. Demi apa kita panas-panasan dari pagi dan nggak makan. Demi apa kita menghirup debu-debu yang berputar-putar. Demi apa mas mbak panitia?
Kenapa nggak buru-buru konfirmasi?
Takut? Kenapa nggak ngomong dari tadi?
Om Duta sempet ngetwit, intinya minta maaf. Dengan bahasa yang susah banget dipahami. Kita berusaha berpikir positif dari twit aneh itu, nggak mau banget acara siang bolong sebolong bolongnya ini hancur berantakan. Naudzubillah~
Kita berempat –Aku, Inung, Titi dan Riana- mutusin duduk-duduk keluar lapangan. Ketemu mas-mas yang tadi nyanyi-nyanyi di panggung. Ketemu juga udah dua kali. sempet mikir –mungkin mas-mas kece ini semacam malaikat yang membisikkan kebenaran, tapi hati kita terlalu beku sama harapan-
Pertama “Udah mbak pulang aja. Sheila On 7 nggak manggung”
Kedua “Mbak pulang aja. Sheila On 7 nggak akan manggung. Kita ini anak band mbak. Sheila On 7 nggak mungkin telat lebih dari 30 menit”

Pengen nangis! Percaya nggak percaya. Tapi ini udah sekian jam :’( kayak... punya firasat mau diputusin pacar *lah? Emang pernah punya pacar? -____-

Beberapa orang berlarian. Lari yang kemudian disusul oleh seluruh makhluk di setiap sudut lapangan ini mirip-mirip kayak lari karena dikejar setan. Atau dikejar anjing. Barangkali tak jauh beda kayak larinya “Awas ada Tsunami” atau “Maling! Maling! Maling!”

Dan kita berempat lari. Sekuat tenaga, sisa-sisa tenaga yang seharian diserap panas matahari yang keterlaluan.
Panggung semakin asam dipandang mata. Wajah panita yang benar-benar ikutan asam. Muka ditekuk. Air mata tertahan di sudut mata. Entahlah. Wajah yang jeleknya minta ampun. Minta dijitak.
“mbak mas panitia! kita jomblo iya jomblo tapi punya perasaan. Kenapa nggak dari tadi siang. Kenapa sesore ini?”
Pengumuman yang intinya Sheila On 7 nggak bisa tampil kayak petir di siang bolong yang bolong sebolong bolongnya ini. salah! Ini sudah sore.
Aku sedih. Sesedih melihat kamu sama Dia. Hatiku mendadak segersang lapangan yang demi apapun tak menarik lagi dipandang mata.
Air mata? Nyaris bebarengan menetes di antara berduyun-duyun umat yang berjalan gontai diantara debu-debu yang berputar-putar.
Sesak sekali.
Seperti ada yang masih harus keuselesaikan di tanah gersang yang tak sesepesial pagi tadi.
Banyak. Sangat banyak raut muka kesedian. Kekecewaan. Di antara kami yang benar-benar seperti dipermainkan. Masihkan dilarang untuk menyalahkan panitia??
Kita berempat. Tak sedikitpun beranjak dari tanah gersang yang semakin panas. Terpaku di antara debu-debu yang berputar-putar. Menghirup ribuan sesak kekecewaan.
Lalu lalang pasang sepatu menendang-nendang kesal si tanah gersang berdebu yang berputar-putar. Sahut menyahut kata-kata kotor menyusup telinga.
Ingin pulang.
Sungguh, ingin pulang. Tapi lagi-lagi aku tak rela pulang. Sesore ini! aku tak ingin sedikitpun melangkah keluar. Biar kuselesaikan kesedihan ini. Biar kukembalikan harapan-harapan sejak sebulan lalu kepada awan. Biar saja menjadi hujan.
Aku tak peduli dengan wajah-wajah lelah panitia yang berlalu lalang. Bagiku sama saja seperti botol bekas di samping sepatuku. Bagiku sama saja seperti kaos-kaos yang berserakan, sengaja diinjak, ditendang, dan dibakar.

Apa kabar mas mbak dek panitia? :’) tidurlah nyenyak malam ini. makan yang banyak. Sekolah yang bener. Barangkali ada doa-doa dari kekecewaan kami yang kesapaian? Tapi apa gunannya nyacacat kalian. Kalian akan bilang “Kami juga manusia” atau yang lebih sakit “Emang situ bisa bikin acara kayak gini” kita tahu situ capek. Tapi situ punya kewajiban. Dan kita-kita punya hak. Salah gitu ya nuntut hak kita?
Aku capek. Capek sekali mengkritik orang. Sedangkan kita berbeda bidang keahlian. Kalau kamu ngerti maksudku? :’(

Aku ngerti gimana perjuangan kalian. Kadang-kadang di waktu sengang, jariku nakal memencet profilmu. Iya kamu. Satlking. Siapa tahu aku bisa merasakan lelah hari-harimu. Siapa tahu.... dan aku sakit lagi. Barangkali kamu bersama kekasih barumu. Menikmati malam-malam sibuk bersama. Menikmati siang-siang sibuk bersama.
Oh, dasar panitia. Kalian sangat kelelahan jauh sebelum hari ini. Aku tahu. Dan kini banyak sekali yang melepas kepercayaan kepada kalian. Sesederhana ini? ah ini rumit begok~
Aku punya alasan untuk menyalahkan panitia. Memangnya siapa lagi? :’(

Senja ini, aku memutuskan untuk beranjak dari lapangan yang mulai kosong. Rasa-rasanya, kamu tak menarik lagi :’( entahlah. Tapi jangan lupa makan ya :’( kalian luar biasa *pukpukin satu satu*. Sabar juga ya OM Duta, lain kali kita bertemu lagi :’( jodoh nggak akan kemana (?)

Sudah ah! Masih pengen nangis kalau inget-inget... 
maaf ya, kalau-kalau tulisanku sedikit kasar dan menyudutkan, sangat berantakan. Masih terbawa emosi :'(

3

copyright © . all rights reserved. designed by Color and Code

grid layout coding by helpblogger.com